Cintailah Orang Tua Kita
12.49
, Posted in
cerpen
,
0 Comments
Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki
yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.Ia
senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.
Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon
apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih."Ayo
ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku
bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak
lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."
Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang...
tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau
bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak
lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di
pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu
kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main dengan ku
lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu.
"Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah
untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang
semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon
apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon
apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa
bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi
deganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku
sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan
berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang
tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau
mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak
lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang
diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang
menemui pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun
kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak
memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak
memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu. "Aku
juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata
pohon apel."Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku
berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua
dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku
tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat
lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah
tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah
berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan
tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon
apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air
matanya. Ini adalah cerita tentang kita semua.
Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan
hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.
Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk
memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat
kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan
orang tua kita. Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan,
yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua
kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas
seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
Success is not the key of happiness. Happiness is the key of
success.
senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya,
tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.
Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon
apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih."Ayo
ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu. "Aku
bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak
lelaki itu. "Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."
Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang...
tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau
bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu." Anak
lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di
pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu
kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
sangat senang melihatnya datang. "Ayo bermain-main dengan ku
lagi," kata pohon apel. "Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu.
"Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah
untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang
semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon
apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon
apel itu dan pergi dengan gembira.Pohon apel itu juga merasa
bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.
Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
merasa sangat bersuka cita menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi
deganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata anak lelaki itu. "Aku
sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan
berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang
tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau
mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah." Kemudian, anak
lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang
diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang
menemui pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun
kemudian. "Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak
memiliki buah apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak
memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu. "Aku
juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata
pohon apel."Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku
berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua
dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku
tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat
lelah setelah sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah
tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah
berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan
tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon
apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air
matanya. Ini adalah cerita tentang kita semua.
Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan
hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.
Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk
memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia.
Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat
kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan
orang tua kita. Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih banyak rekan. Dan,
yang terpenting: cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua
kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas
seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
Success is not the key of happiness. Happiness is the key of
success.
0 Response to "Cintailah Orang Tua Kita"
Posting Komentar